Apa dalilnya kenapa wanita haidh baru boleh disetubuhi setelah mandi?
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ
“Dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.” (QS. Al Baqarah: 222)
Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah menyatakan bahwa para ulama sepaakat, diharamkan bagi suami menyetubuhi istrinya setelah darah haidh wanita tersebut berhenti sampai ia bersuci. Para ulama berselisih pendapat mengenai makna bersuci di sini. Ada yang menganggap yang dimaksud adalah mandi dengan air. Sehingga maknanya, barulah halal menyetubuhi jika istri sudah mandi dengan menyiramkan air pada seluruh badan. Ada pula ulama yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah wudhu untuk shalat. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah mencuci kemaluan. Artinya, jika sudah mencuci kemaluan, boleh disetubuhi. (Tafsir Ath-Thabari, 2: 510-511)
Dalam Ensiklopedia Fikih disebutkan bahwa mayoritas fuqaha -Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah- berpendapat tidak halal bersetubuh dengan wanita haidh sampai wanita haidh itu suci -darahnya berhenti-, lalu ia mandi. Tidak boleh menyetubuhinya sebelum ia mandi. Para ulama tersebut berpandangan bahwa Allah memberikan dua syarat untuk menyetubuhi wanita haidh setelah ia suci yaitu darah haidhnya berhenti lalu ia mandi. … Ulama Malikiyyah berpandangan bahwa tidak cukup dengan tayamum karena uzur setelah darah tersebut berhenti untuk halal lagi disetubuhi. Namun dipersyaratkan harus mandi lebih dahulu barulah halal disetubuhi. (Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 18: 325)
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, “Hadats haidh yang terdapat pada wanita haidh menyebabkan ia tidak boleh disetubuhi. Hadats haidh tersebut barulah hilang jika mandi (setelah darah berhenti). Hal ini berbeda dengan hadats pada orang yang junub. Orang yang junub tidaklah dilarang bersetubuh. Larangan tersebut sama sekali tidak ada pada orang yang junub.” (Badai’ Al-Fawaidh, dinukil dari Al-Furuq Al-Fiqhiyyah, 1: 425).
Kesimpulannya, bagi suami jika ingin berhubungan intim dengan istri yang baru suci haidh, diperintahkan pada istri untuk mandi lebih dahulu barulah boleh berhubungan intim atau bersetubuh dengan suami.
Semoga bermanfaat.
Referensi:
Al-Furuq Al-Fiqhiyyah ‘inda Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. Cetakan kedua, tahun 1432 H. Dr. Sayyid Habib Al-Afghaniy. Penerbit Maktabah Ar-Rusyd.
Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah. Penerbit Kementrian Wakaf dan Urusan Islamiyyah Kuwait.
Tafsir Ath-Thabari (Jami’ Al-Bayan ‘an Ta’wil Ay Al-Qur’an). Cetakan pertama, tahun 1423 H. Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari. Penerbit Dar Ibnu Hazm.
—
Disusun @ Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 9 Safar 1438 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Rumaysho.Com, Channel Telegram @RumayshoCom, @DarushSholihin, @RemajaIslam
Biar membuka Rumaysho.Com mudah, downloadlah aplikasi Rumaysho.Com lewat Play Store di sini.